Thursday, December 10, 2009

Prinsip Al-Wadiah (Simpanan)

Al-wadiah dapat diartikan sebagai titipan murni dari nasabah, baik individu maupun badan hokum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja nasabah menghendakinya.

Dasar Hukum
Dasar hukum pengembangan transaksi berprinsip al-wadiah meliputi :

Al-Qur’an
Ayat-ayat Al-Qur’an yang dapat dijadikan rujukan dasar transaksi al-wadiah adalah :
”Sesungguhnya Allah menyuruh kamu untuk menyampaikan amanat (titipan) kepada yang berhak menerimanya”. (QS. An-Nisa : 58)
”Jika sebagaian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangya) dan hendaklah ia bertaqwa kepada Tuhannya”. (QS. Al-Baqarah :283)



Sunnah
Hadist-hadist Rasul yang dapat dijadikan rujukan dasar akad transaksi al-wadiah adalah :
”Berkata Rasulullah saw sampaikanlah (tunaikanlah) amanat kepada yang berhak menerimanya dan jangan membalas khianat kepada orang yang telah mengkhianatimu”. (HR. Abu Hakim dan Tirmidzi)
”Dari Ibnu Umar berkata, bahwasanya Rasulullah saw telah bersabda “Tiada kesempurnaan iman bagi orang yang tidak beramanah, tiada sholat bagi yang tak bersuci”. (HR. Thabrani)

Ijma’
Para tokoh ulama Islam sepanjang zaman telah berijma’ (konsesus) akan legitimasi Al-Wadiah karena kebutuhan manusia terhadapnya. Hal ini jelas terlihat seperti yang dikutip oleh Dr. Azzuhaily dalam Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu dari Mughni wa Syarh Kabir Li Ibni Qudamah dan Al-Mabsuth Li Imam Sarakhsy.

Jenis Simpanan
- Yad Al-Amanah (tangan amanah) adalah simpanan yang penerima simpanan (bank) tidak bertanggungjawab atas kehilangan atau kerusakan yang terjadi pada asset titipan, kecuali jika ada kelalaian atau kecerobohan dari penerima simpanan. Dasar hukumnya hadist Rasulullah yang berbunyi : ”Jaminan pertanggungjawaban tidak diminta dari peminjam yang tidak menyalahgunakan (pinjaman) dan penerima titipan yang tidak lalai (akan titipan)”.
- Yad Ad Dhamanah (tangan penanggung) adalah simpanan yang oleh penerima simpanan digunakan untuk aktivitas perekonomian tertentu, tentunya setelah mendapat ijin dari penyimpan. Untuk hal ini penerima simpanan harus menjamin mengembalikan asset penyimpan utuh jika penyimpan menghendakinya. Bagi perbankan syariah, konsep al-wadiah digunakan untuk produk Giro dan tabungan berjangka.

Konsekuensi dari Yad Ad-Dhamanah, semua keuntungan yang dihasilkan dari dana titipan adalah milik bank, begitu juga penanggungan kerugian. Sebagai imbalan si penyimpan mendapat jaminan akan hartanya, demikian juga fasilitas-fasililas giro lainnya. Tapi bank juga diperkenankan untuk memberikan insentif (bonus) kepada penyimpan yang besarnya berdasarkan kebijakan dari dewan direksi. Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah saw :
”Bahwa Rasulullah saw pernah meminta seseorang untuk meminjamkannya seekor unta, maka diberinya unta, qurban, setelah selang beberapa waktu, Rasulullah saw memerintahkan Abu Rafie untuk mengembalikan unta tersebut kepada si empunya, tetapi Abu Rafie kembali berbalik ke Rasulullah saw seraya berkata : ‘Ya Rasulullah unta yang sepadan tidak kami temukan, yang ada hanya unta yang lebih besar dan berumur empat tahun’. Rasulullah saw menimpali sambil berkata ‘berikanlah itu karena sesungguhnya sebaik-baik kamu adalah yang terbaik ketika membayar”. (HR. Muslim)

Insentif (bonus) yang diberikan bank syariah berbeda dengan bunga yang diberikan oleh bank. Kalau bunga biasanya sudah ditetapkan sebelumnya kalau nasabah akan mendapatkan bunga sebesar prosentasi tertentu, sedangkan insentif (bonus) yang diberikan oleh bank syariah tidak ditetapkan sebelumnya, dan nasabah tidak diberitahu kalau menyimpan assetnya akan mendapatkan insentif (bonus).
Untuk bank syariah modern saat ini, nasabah biasanya diberikan insentif (bonus) sebesar prosentase tertentu dari keuntungan bank, sedangkan untuk bank umum, bunga diberikan sebesar prosentase tertentu yang telah ditetapkan terlebih dahulu oleh bank.

Tuesday, November 17, 2009

Jurnal Pencatatan Saham

Misal sebuah perusahaan mengeluarkan saham 10.000 lembar dengan nilai nominal per lembar Rp 10.000. sejumlah 4.000 lembar terjual dengan harga Rp 450.000.000 tunai
Jurnal pencatatannya :
< Kas Rp 450.000.000
<< Modal Saham Rp 400.000.000
<< Agio Saham Rp 50.000.000

Perhitungannya :
Modal saham = 4.000 lbr X Rp 10.000 = Rp 400.000.000
Agio saham = 450.000.000 – 400.000.000 = 50.000.000


Misal nilai nominal tidak ditetapkan (no par value), sehingga jumlah yang diterima tunai atas penjualan tersebut tidak dicatat dalam akun “tambahan modal disetor”, tetapi akun Modal Saham.
Jurnalnya :
< Kas Rp 450.000.000
<< Modal Saham Rp 450.000.000

Dapat pula penjualan saham tersebut dibayar dengan tanah, maka jurnalnya :
< Tanah Rp 450.000.000
<< Modal Saham Rp 400.000.000
<< Tambahan Modal Saham Rp 50.000.000

Apabila harga pasar tanah ditetapkan sebesar Rp 425.000.000 dan harga pasar saham tidak ditetapkan, jurnlnya :
< Tanag Rp 425.000.000
<< Modal Saham Rp 400.000.000
<< Tambahan Modal Disetor Rp 25.000.000

Pencatatan Modal Saham

Dalam PSAK diatur pencatatan modal atau perubahan modal disetor Perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) dicatat berdasarkan : (1) Jumlah uang yang diterima, (2) Setoran saham dalam bentuk uang sesuai yang tertera di perjanjian akte pendirian. Jika setoran dalam bentuk dollar maka dinilai sesuai kurs yang berlaku, (3) Besarnya tagihan yang timbul atau kurang yang dikonversi menjadi modal (4) Setoran saham dalam bentuk dividen dinilai menurut harga wajar saham yaitu harga dasar tanggal transaksi untuk PT yang sahamnya terdaftar di Bursa efek atau nilai wajar yang disepakati dalam RUPS, (5) Nilai wajar aset lancar kas yang diterima, (6) Setoran saham dalam bentuk barang (inbreng), menggunakan nilai wajar aset bukan kas yang diserahkan, yaitu nilai Appraisal atau tanggal transaksi yang disetujui Dewan Komisaris untuk saham yang terdaftar di Bursa Efek. Untuk pencatatan saham yang disetor dalam bentuk lain selain uang atau dividen, pencatatannya berdasarkan : (1) Jumlah yang dibutuhkan, (2) Besarnya Utang yang timbul, (3) Nilai wajar aset selain kas yang diserahkan.


Untuk dapat melakukan pencatatan modal saham dengan baik, perlu diketahui istilah-istilah berikut ini :
Modal saham Statuter atau modal saham yang diotorisasi. Adalah jumlah saham yang dapat dikeluarkan sesuai dengan akte pendirian perusahaan.
Modal Saham beredar yaitu jumlah saham yang sudah dijual
Modal saham belum beredar yaitu jumlah saham yang sudah diotorisasi tetapi belum dijual.
Treasury Stock yaitu saham yang sudah dijual dan sekarang dibeli kembali oleh perusahaan
Modal saham dipesan yaitu jumlah saham yang disisihkan karena sudah dipesan untuk dibeli, modal saham yang dipesan ini baru dikeluarkan bila harga jualnya sudah dilunasi

Modal saham yang dijual dicatat dalam rekening modal saham sebesar nilai nominalnya. Jika harga jualnya tidak sama dengan nilai nominal, selisihnya dicatat dalam rekening agio saham atau disagio saham. Rekening agio saham menunjukkan selisih di atas nilai nominal dan rekening disagio saham menunjukkan selisih di bawah nilai nominal.
Kadang penjualan saham dilakukan dengan cara dibayar sebagian dan sisanya akan dilunasi kemudian. Jumlah harga yang belum dilunasi dicatat sebagai piutang pesanan saham, dan jumlah nominal saham yang dipesan dikreditkan ke rekening modal saham dipesan.
Pada umumnya pengeluaran saham dengan/ mempunyai nilai nominal. Di Indonesia, pengeluaran saham tanpa nilai nominal tidak diperkenankan. Dapat pula terjadi nilainya ditetapkan (state value), tetapi ini jarang terjadi di Indonesia, walaupun hakikatnya tidak berbeda dengan saham dengan nilai nominal.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Macys Printable Coupons