Showing posts with label bank syariah. Show all posts
Showing posts with label bank syariah. Show all posts

Tuesday, December 29, 2009

Mudharabah

Mudharabah pada intinya adalah kerjasama antara dua orang dimana yang satu sebagai penyandang modal dan satunya lagi sebagai pelaksana kegiatan usaha.

Dasar Hukum
Pada dasarnya mudharabah dikategorikan kedalam salah satu bentuk Musyarakah, namun para cendekiawan fikih islam meletakkan Mudharabah dalam posisi yang khusus dan memberikan landasan hukum yang tersendiri.

Al-Qur’an
Ayat-ayat Al-Qur’an yang dapat dijadikan rujukan dasar akad transaksi al-mudharabah adalah :
”Dan sebagian dari mereka orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah swt.” (QS. Al-Muzammil : 20)
Mudharib sebagai enterpreneur adalah sebagian dari orang-orang yang melakukan (dharb) perjalanan untuk mencari karunia Allah swt dari keuntungan investasinya. Di tempat lain dalam Al-Qur’an kita masih memiliki ayat-ayat yang senada misalnya :
”Apabila telah ditunaikan sembahyang maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah swt.” (QS. Al-Jum’ah : 10)
“Tidak ada dosa (halangan) bagi kamu untuk mencari karunia dari Tuhanmu” (QS. Al-Baqarah : 198)



Hadist
Hadist Rasulullah yang dapat dijadikan rujukan dasar akad transaksi al-mudharabah adalah :
”Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas bahwasanya Sayidina Abbas jikalau memberikan dana ke mitra usahanya secara mudharabah, ia mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya, atau membeli ternak yang berparu-paru basah, jika menyalahi peraturan maka yang bersangkutan bertanggungjawab atas dana tersebut. Disampaikannya syarat-syarat tersebut ke Rasulullah saw. Dan diapun memperkenalkannya (Hadist dikutip oleh imam Alfasi dalam Majma Azzawaid 4/161)
“Dari Suhaib r.a. bahwa Rasulullah saw bersabda : Tiga perkara di dalamnya terdapat keberkatan (1) menjual dengan pembayaran secara kredit (2) muqaradhah (nama lain dari mudharabah) (3) mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah dan bukan untuk dijual. (HR. Ibnu Majah)”


Ijma
Imam Zailai dalam kitabnya Nasbu ar-Rayah (4/13) telah menyatakan bahwa para sahabat telah berkonsensus akan legitimasi pengolahan harta anak yatim secara mudharabah. Kesepakatan para sahabat ini sejalan spirit hadist yang dikutip oleh Abu Ubaid dalam kitabnya Al-Amwal (454) :
”Rasulullah saw telah berkhotbah di depan kaumnya seraya berkata wahai para wali yatim, bergegaslah untuk menginvestasikan harta amanah yang ada di tanganmu janganlah didiamkan sehingga termakan oleh zakat”.
Indikasi dari hadist ini adalah apabila menginvestasikan harta anak yatim secara mudharabah sudah dianjurkan, apalagi mudharabah dalam harta sendiri. Adapun pengertian zakat di sini adalah seandainya harta tersebut diinvestasikan, maka zakatnya akan diambil dari keuntungan bukan dari modal. Dengan demikian harta amanat tersebut senantiasa berkembang, bukan berkurang.

Syarat-syarat Mudharabah
Modal
- Modal harus dinyatakan dengan jelas jumlahnya. Seandainya modal dalam bentuk barang maka harus ditaksir harga pasarnya
- Modal harus dalam bentuk tunai dan bukan piutang
- Modal harus diserahkan kepada mudharib, untuk memungkinkannya melakukan usaha

Keuntungan
- Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam prosentase dari keuntungan yang mungkin dihasilkan nanti
- Kesepakatan rasio prosentase harus dicapai melalui negosiasi dan dituangkan dalam kontrak
- Pembagian keuntungan baru dapat dilakukan setelah mudharib mengembalikan seluruh (atau sebagian) modal kepada Rab al-mal

Mengacu pada syarat terakhir dalam keuntungan, dana mudharab pada pelaksanaannya hampir menyerupai dana kredit dari pihak pemberi dana (financer).
Mudharib pada hakikatnya memegang empat jabatan fungsionaris yaitu : (1) mudharib. Yang melakukan dharb, perjalanan dan pengelolaan usaha, dan dharb ini merupakan saham penyertaan dari padanya. (2) Wakil. Manakala berusaha atas nama perkongsian yang dibiayai oleh shahib al-mal. Hal ini tampak jelas sekali terutama dalam mudharabah al-muqayyadah (mudharabah terbatas). (3)Syarik. Partner penyerta, karena dia berhak untuk menyertai shahib al-mal dalam keuntungan usaha. (4) Pemegang amanat. Yaitu dana mudharabah dari shahib al-mal, dimana ia dituntut untuk menjaganya dan mengusahakan dalam investasi sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah disepakati bersama, termasuk mengembalikan modal ketika usaha sudah selesai.

Sumber : operasional bank syariah, muhamad.

Wednesday, December 23, 2009

Prinsip Syarikah/ Musyarakah (Prinsip Bagi Hasil)

Pengertian
Musyarakah adalah suatu perkongsian antara dua pihak atau lebih dalam suatu proyek di mana masing-masing pihak berhak atas segala keuntungan dan bertanggungjawab akan segala kerugian yang terjadi sesuai dengan porsentase modalnya.

Dasar Hukum
Al-Qur’an
Ayat-ayat Al-Qur’an yang dapat dijadikan rujukan dasar akad transaksi syarikah adalah :
”Jikalau saudara-saudara itu lebih dari seorang, maka mereka berksekutu dalam sepertiga itu”. (QS. An-Nisa : 12)
”Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berkongsi itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian lain kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh”. (QS. Ash-Shad : 24)

Hadist
Hadist-hadist Rasul yang dapat dijadikan rujukan dasar akad transaksi syarikah adalah :
”Dari hadist Qudsi yang diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw telah bersabda, “Allah swt telah berkata kepada saya; menyertai dua pihak yang sedang berkongsi selama salah satu dari keduanya tidak mengkhianati yang lain, seandainya berkhianat maka saya keluar dari penyertaan tersebut”. (HR. Abu Daud)
”Rahmat Allah swt tercurahkan atas dua pihak yang sedang berkongsi selama mereka tidak melakukan pengkhianatan, manakala berkhianat maka bisnisnya akan tercela dan keberkatanpun akan sirna dari padanya”. (HR. Abu Daud, Baihaqi dan Al-Hakim)

Ijma’
Umat Islam telah berkonsesus akan legitimasi syarikah secara global, walaupun perbedaan pendapat terdapat dalam beberapa elemen dari padanya.


Jenis-jenis Musyarikah
Secara garis besar Musyarikah dapat dibagi kepada syarikah Almak dan Syarikah Uqud.

Syarikah Almak
Yang berarti suatu perkongsian tidak perlu kepada suatu kontrak membentuknya tetapi terjadi dengan sendirinya. Bentuk syarikah Almak ini terbagi kepada dua, yaitu : 1. Almak Jabr. Terjadinya suatu perkongsian secara otomatis dan paksa. Otomatis berarti tidak memerlukan kontrak untuk membentuknya. Paksa tidak ada alternatif untuk menolaknya. Hal ini terjadi dalam proses waris mewaris, manakala dua saudara atau lebih menerima warisan dari orang tua mereka, 2. Almak Ikhtiar. Terjadi suatu perkongsian secara otomatis tetapi bebas. Otomatis seperti pengertian di atas. Bebas, adanya pilihan/ opsi untuk menolak. Cntoh dari perkongsian ini dapat dilihat apabila 2 orang atau lebih mendapatkan hadiah atau wasiat bersama dari pihak ketiga.
Kedua bentuk syarikah di atas mempunyai karakter yang agak berbeda dari syarikat-syarikat lainnya karena dalam kedua syarikat ini masing-masing anggota tidak mempunyai hak (hak untuk mewakilkan dan mewakili) terhadap partnernya.

Syarikah Uqud
Syarikah uqud yang berarti perkongsian yang terbentuk karena suatu kontrak, syarikah ini terdiri dari 5 jenis yaitu :
1. Inan,
atau limited company. Mempunyai karakter sebagai berikut : a. Besarnya penyertaan modal dari masing-masing anggota tidak harus identik, b. Masing-masing anggota mempunyai hak penuh untuk aktif langsung dalam mengelola usaha, tetapi ia juga bisa tidak aktif, c. Pembagian keuntungan dapat didasarkan atas prosentase modal masing-masing, tetapi dapat juga atas dasar negosiasi. Hal ini dimungkinkan bila ada tambahan modal kerja dari salah satu pihak atau penanggungan resiko dari salah satu pihak, d. Kerugian/ keuntungan bersama sesuai dengan besarnya penyertaan modal masing-masing.
Kedua item terakhir dalam penjelasn tertuang dalam suatu kaidah fiqih: “keuntungan dibagikan sesuai dengan kesepakatan bersama, sedangkan kerugian ditanggung sampai batas modal masing-masing”.

2. Mufawadhah
Berbeda dengan syarikah inan, sarikah Mufawadhah mengharuskan : a. Keidentikan penyertaan modal dari setiap anggota, b. Setiap anggota menjadi wakil dan kafil (guarantor)bagi partner lainnya. Untuk itu keaktifan semua anggota dalam pengelolaan usaha menjadi suatu keharusan, c. Pembagian keuntungan dan kerugian didasarkan atas besarnya modal masing-masing.

3. Wujuh
Syarikah wujuh dinamakan demikian karena dalam sayrikah ini para anggota hanya mengandalkan wujuh (wibawa dan nama baik) mereka dan unsur modal/ dana sama sekali absen dari padanya. Pembagian untung rugi dilakukan secara negosiasi di antara para anggota.

4. Abdan
Syarikah abdan atau syarikah a’mal yaitu syarikah sekerja dimana dua orang atau lebih yang sama atau berdekatan bentuk kerjanya menerima pesanan dari pihak ketiga dan membagi keuntungan melalui negosiasi bersama. Contoh : beberapa tukang jahit mengerjakan pesanan secara bersama-sama.

5. Mudharabah
Modharabah adalah suatu perkongsian antara dua pihak dimana pihak pertama (shahib al-mal) menyediakan dana, dan pihak kedua (modharib) bertanggungjawab atas pengelolaan usaha. Keuntungan dibagikan sesuai dengan ratio laba yang telah disepakati bersama secara advance, manakala rugi shahib a-mal akan kehilangan sebagian imbalan dari kerja keras dan ketrampilan manajerial selama proyek berlangsung.

Thursday, December 10, 2009

Prinsip Al-Wadiah (Simpanan)

Al-wadiah dapat diartikan sebagai titipan murni dari nasabah, baik individu maupun badan hokum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja nasabah menghendakinya.

Dasar Hukum
Dasar hukum pengembangan transaksi berprinsip al-wadiah meliputi :

Al-Qur’an
Ayat-ayat Al-Qur’an yang dapat dijadikan rujukan dasar transaksi al-wadiah adalah :
”Sesungguhnya Allah menyuruh kamu untuk menyampaikan amanat (titipan) kepada yang berhak menerimanya”. (QS. An-Nisa : 58)
”Jika sebagaian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangya) dan hendaklah ia bertaqwa kepada Tuhannya”. (QS. Al-Baqarah :283)



Sunnah
Hadist-hadist Rasul yang dapat dijadikan rujukan dasar akad transaksi al-wadiah adalah :
”Berkata Rasulullah saw sampaikanlah (tunaikanlah) amanat kepada yang berhak menerimanya dan jangan membalas khianat kepada orang yang telah mengkhianatimu”. (HR. Abu Hakim dan Tirmidzi)
”Dari Ibnu Umar berkata, bahwasanya Rasulullah saw telah bersabda “Tiada kesempurnaan iman bagi orang yang tidak beramanah, tiada sholat bagi yang tak bersuci”. (HR. Thabrani)

Ijma’
Para tokoh ulama Islam sepanjang zaman telah berijma’ (konsesus) akan legitimasi Al-Wadiah karena kebutuhan manusia terhadapnya. Hal ini jelas terlihat seperti yang dikutip oleh Dr. Azzuhaily dalam Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu dari Mughni wa Syarh Kabir Li Ibni Qudamah dan Al-Mabsuth Li Imam Sarakhsy.

Jenis Simpanan
- Yad Al-Amanah (tangan amanah) adalah simpanan yang penerima simpanan (bank) tidak bertanggungjawab atas kehilangan atau kerusakan yang terjadi pada asset titipan, kecuali jika ada kelalaian atau kecerobohan dari penerima simpanan. Dasar hukumnya hadist Rasulullah yang berbunyi : ”Jaminan pertanggungjawaban tidak diminta dari peminjam yang tidak menyalahgunakan (pinjaman) dan penerima titipan yang tidak lalai (akan titipan)”.
- Yad Ad Dhamanah (tangan penanggung) adalah simpanan yang oleh penerima simpanan digunakan untuk aktivitas perekonomian tertentu, tentunya setelah mendapat ijin dari penyimpan. Untuk hal ini penerima simpanan harus menjamin mengembalikan asset penyimpan utuh jika penyimpan menghendakinya. Bagi perbankan syariah, konsep al-wadiah digunakan untuk produk Giro dan tabungan berjangka.

Konsekuensi dari Yad Ad-Dhamanah, semua keuntungan yang dihasilkan dari dana titipan adalah milik bank, begitu juga penanggungan kerugian. Sebagai imbalan si penyimpan mendapat jaminan akan hartanya, demikian juga fasilitas-fasililas giro lainnya. Tapi bank juga diperkenankan untuk memberikan insentif (bonus) kepada penyimpan yang besarnya berdasarkan kebijakan dari dewan direksi. Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah saw :
”Bahwa Rasulullah saw pernah meminta seseorang untuk meminjamkannya seekor unta, maka diberinya unta, qurban, setelah selang beberapa waktu, Rasulullah saw memerintahkan Abu Rafie untuk mengembalikan unta tersebut kepada si empunya, tetapi Abu Rafie kembali berbalik ke Rasulullah saw seraya berkata : ‘Ya Rasulullah unta yang sepadan tidak kami temukan, yang ada hanya unta yang lebih besar dan berumur empat tahun’. Rasulullah saw menimpali sambil berkata ‘berikanlah itu karena sesungguhnya sebaik-baik kamu adalah yang terbaik ketika membayar”. (HR. Muslim)

Insentif (bonus) yang diberikan bank syariah berbeda dengan bunga yang diberikan oleh bank. Kalau bunga biasanya sudah ditetapkan sebelumnya kalau nasabah akan mendapatkan bunga sebesar prosentasi tertentu, sedangkan insentif (bonus) yang diberikan oleh bank syariah tidak ditetapkan sebelumnya, dan nasabah tidak diberitahu kalau menyimpan assetnya akan mendapatkan insentif (bonus).
Untuk bank syariah modern saat ini, nasabah biasanya diberikan insentif (bonus) sebesar prosentase tertentu dari keuntungan bank, sedangkan untuk bank umum, bunga diberikan sebesar prosentase tertentu yang telah ditetapkan terlebih dahulu oleh bank.

Wednesday, June 03, 2009

Dasar-dasar Perbankan Syariah

Manajemen bank syariah tidak ada bedanya dengan manajemen bank konvesional. Namun berdasarkan peraturan pemerintah tentang bank syariah No. 10 tahun 1998, organisasi maupun system operasional bank syariah terdapat perbedaan terhadap bank umum yaitu dewan pengawas syariah pada struktur organisasi dan adanya system bagi hasil.
Sistem muamalah dalam islam adalah meliputi berbagai aspek ajaran, yaitu mulai dari persoalan hak atau kewajiban (the right) sampai kepada urusan lembaga keuangan.

Sistem pengembangan produk di bank syariah dapat dilakukan melalui lima prinsip, yaitu :

1. Prinsip wadiah (simpanan)
Al-wadiah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individual maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penyimpan menghendaki.

2. Prinsip syarikah (bagi hasil)
Syarikah atau musyarikah adalah suatu perkongsian atau kerjasama antara dua pihak atau lebih dalam suatu proyek di mana masing-masing pihak berhak atas segala keuntungan dan kerugian yang terjadi sesuai dengan penyertaan masing-masing. Prinsip ini sama seperti sistem dalam firma atau cv.

3. Prinsip tijarah (jual beli/ pengembalian keuntungan)
Prinsip tijarah adalah prinsip jual beli dimana penjual mengambil keuntungan dari penjualan tersebut.

4. Prinsip al-Ajr (pengambilan fee)
Prinsip ini diterapkan untuk kegiatan sewa-menyewa, penjualan jasa, pengalihan hak, dll.

5. Prinsip al-Qard (biaya administrasi)
Al-Qard Al-Hasan atau benevolent loan adalah suatu pinjaman lunak yang diberikan atas dasar kewajiban sosial semata, dimana si peminjam tidak dituntut untuk mengembalikan apapun kecuali modal pinjaman.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Macys Printable Coupons