Tuesday, December 29, 2009

Perlakuan Transaksi Mata Uang Asing

Indonesia menganut sistem nilai tukar bebas dalam sistem moneternya. Sistem ini berdampak pada transaksi dalam mata uang asing karena kursnya berdasarkan pasar. Hal ini menimbulkan selisih kurs.
Akuntansi selisih kurs menurut PSAK hanya digunakan untuk transaksi pos-pos moneter dan transaksi lindung nilai (hedge). Sedangkan untuk transaksi nonmoneter tidak boleh digunakan dan harus dijabarkan dengan kurs historisnya. Pos moneter yaitu kas dan setara kas, aset, dan kewajiban yang akan diterima atau dibayar yang jumlahnya pasti.


Dalam kondisi normal pengakuan selisih kurs dibebankan saat tanggal neraca dan kurs yang berlaku pada saat itu, baik kurs yang berlaku bank yang bersangkutan maupun menggunakan kurs tengah Bank Indonesia. Selisih diakui sebagai kerugian atau laba pada tahun yang bersangkutan.

Dalam keadaan yang luar biasa, yaitu terjadi devaluasi atau depresi rupiah diperbolehkan menggunakan alternatif pelaporan yang tercantum dalam PSAK No. 10, yaitu :
”Selisih kurs dapat disebabkan karena suatu devaluasi atau depresi luar biasa suatu mata uang dalam keadaan tidak tersedia fasilitas lindung nilai dan menimbulkan kewajiban yang tak terselesaikan akibat perolehan aset yang baru saja dilakukan dan harus dilunasi dalam mata uang asing. Selisih kurs tersebut dapat dimasukkan sebagai nilai tercatat (carrying amount) aset tersebut sepanjang nilai tercatat aset yang telah disesuaikan tidak melebihi jumlah terendah antara biaya pengganti (replacement cost) dan jumlah yang dapat diperoleh kembali (amount recoverable) dari penjualan atau penggunaan aset tersebut”.
Dalam hal terjadi devaluasi atau depresi luar biasa kerugian selisih kurs tersebut dikapitalisasi sepanjang tidak melebhi jumlah terendah nilai ganti dan jumlah yang bida diperoleh kembali. Risiko pembiayaan dalam mata uang asing biasanya dilindungi nilai. Karenanya, jika terjadi devaluasi atau depresi luar biasa dan fasilitas lindung nilai masih ada dan penghitungan selisih hanya dapa lindung nilai.

Penjelasan di atas berdasarkan pada akuntansi konvensional sedangkan sesuai akuntansi pajak dengan mengacu apda Undang-undang pajak penghasilan menyatakan bahwa kerugian selisih kurs mata uang asing diperbolehkan sebagai pengurang penghasilan bruto. Apabila mengacu pada surat edaran No. SE. 24/199 mengatur bahwa sistem pembukuan yang diperkenankan digunakan Wajib pajak untuk mencatat selisih kurs yaitu : (1) Kurs Tetap, pembebanan selisih kurs dilakukan pada saat validasi. (2) Kurs tengah Bank Indonesia, kurs yang benar-benar berlaku pada akhir tahun menurut Bank Indonesia.

Mudharabah

Mudharabah pada intinya adalah kerjasama antara dua orang dimana yang satu sebagai penyandang modal dan satunya lagi sebagai pelaksana kegiatan usaha.

Dasar Hukum
Pada dasarnya mudharabah dikategorikan kedalam salah satu bentuk Musyarakah, namun para cendekiawan fikih islam meletakkan Mudharabah dalam posisi yang khusus dan memberikan landasan hukum yang tersendiri.

Al-Qur’an
Ayat-ayat Al-Qur’an yang dapat dijadikan rujukan dasar akad transaksi al-mudharabah adalah :
”Dan sebagian dari mereka orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah swt.” (QS. Al-Muzammil : 20)
Mudharib sebagai enterpreneur adalah sebagian dari orang-orang yang melakukan (dharb) perjalanan untuk mencari karunia Allah swt dari keuntungan investasinya. Di tempat lain dalam Al-Qur’an kita masih memiliki ayat-ayat yang senada misalnya :
”Apabila telah ditunaikan sembahyang maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah swt.” (QS. Al-Jum’ah : 10)
“Tidak ada dosa (halangan) bagi kamu untuk mencari karunia dari Tuhanmu” (QS. Al-Baqarah : 198)



Hadist
Hadist Rasulullah yang dapat dijadikan rujukan dasar akad transaksi al-mudharabah adalah :
”Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas bahwasanya Sayidina Abbas jikalau memberikan dana ke mitra usahanya secara mudharabah, ia mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya, atau membeli ternak yang berparu-paru basah, jika menyalahi peraturan maka yang bersangkutan bertanggungjawab atas dana tersebut. Disampaikannya syarat-syarat tersebut ke Rasulullah saw. Dan diapun memperkenalkannya (Hadist dikutip oleh imam Alfasi dalam Majma Azzawaid 4/161)
“Dari Suhaib r.a. bahwa Rasulullah saw bersabda : Tiga perkara di dalamnya terdapat keberkatan (1) menjual dengan pembayaran secara kredit (2) muqaradhah (nama lain dari mudharabah) (3) mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah dan bukan untuk dijual. (HR. Ibnu Majah)”


Ijma
Imam Zailai dalam kitabnya Nasbu ar-Rayah (4/13) telah menyatakan bahwa para sahabat telah berkonsensus akan legitimasi pengolahan harta anak yatim secara mudharabah. Kesepakatan para sahabat ini sejalan spirit hadist yang dikutip oleh Abu Ubaid dalam kitabnya Al-Amwal (454) :
”Rasulullah saw telah berkhotbah di depan kaumnya seraya berkata wahai para wali yatim, bergegaslah untuk menginvestasikan harta amanah yang ada di tanganmu janganlah didiamkan sehingga termakan oleh zakat”.
Indikasi dari hadist ini adalah apabila menginvestasikan harta anak yatim secara mudharabah sudah dianjurkan, apalagi mudharabah dalam harta sendiri. Adapun pengertian zakat di sini adalah seandainya harta tersebut diinvestasikan, maka zakatnya akan diambil dari keuntungan bukan dari modal. Dengan demikian harta amanat tersebut senantiasa berkembang, bukan berkurang.

Syarat-syarat Mudharabah
Modal
- Modal harus dinyatakan dengan jelas jumlahnya. Seandainya modal dalam bentuk barang maka harus ditaksir harga pasarnya
- Modal harus dalam bentuk tunai dan bukan piutang
- Modal harus diserahkan kepada mudharib, untuk memungkinkannya melakukan usaha

Keuntungan
- Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam prosentase dari keuntungan yang mungkin dihasilkan nanti
- Kesepakatan rasio prosentase harus dicapai melalui negosiasi dan dituangkan dalam kontrak
- Pembagian keuntungan baru dapat dilakukan setelah mudharib mengembalikan seluruh (atau sebagian) modal kepada Rab al-mal

Mengacu pada syarat terakhir dalam keuntungan, dana mudharab pada pelaksanaannya hampir menyerupai dana kredit dari pihak pemberi dana (financer).
Mudharib pada hakikatnya memegang empat jabatan fungsionaris yaitu : (1) mudharib. Yang melakukan dharb, perjalanan dan pengelolaan usaha, dan dharb ini merupakan saham penyertaan dari padanya. (2) Wakil. Manakala berusaha atas nama perkongsian yang dibiayai oleh shahib al-mal. Hal ini tampak jelas sekali terutama dalam mudharabah al-muqayyadah (mudharabah terbatas). (3)Syarik. Partner penyerta, karena dia berhak untuk menyertai shahib al-mal dalam keuntungan usaha. (4) Pemegang amanat. Yaitu dana mudharabah dari shahib al-mal, dimana ia dituntut untuk menjaganya dan mengusahakan dalam investasi sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah disepakati bersama, termasuk mengembalikan modal ketika usaha sudah selesai.

Sumber : operasional bank syariah, muhamad.

Wednesday, December 23, 2009

Prinsip Syarikah/ Musyarakah (Prinsip Bagi Hasil)

Pengertian
Musyarakah adalah suatu perkongsian antara dua pihak atau lebih dalam suatu proyek di mana masing-masing pihak berhak atas segala keuntungan dan bertanggungjawab akan segala kerugian yang terjadi sesuai dengan porsentase modalnya.

Dasar Hukum
Al-Qur’an
Ayat-ayat Al-Qur’an yang dapat dijadikan rujukan dasar akad transaksi syarikah adalah :
”Jikalau saudara-saudara itu lebih dari seorang, maka mereka berksekutu dalam sepertiga itu”. (QS. An-Nisa : 12)
”Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berkongsi itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian lain kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh”. (QS. Ash-Shad : 24)

Hadist
Hadist-hadist Rasul yang dapat dijadikan rujukan dasar akad transaksi syarikah adalah :
”Dari hadist Qudsi yang diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw telah bersabda, “Allah swt telah berkata kepada saya; menyertai dua pihak yang sedang berkongsi selama salah satu dari keduanya tidak mengkhianati yang lain, seandainya berkhianat maka saya keluar dari penyertaan tersebut”. (HR. Abu Daud)
”Rahmat Allah swt tercurahkan atas dua pihak yang sedang berkongsi selama mereka tidak melakukan pengkhianatan, manakala berkhianat maka bisnisnya akan tercela dan keberkatanpun akan sirna dari padanya”. (HR. Abu Daud, Baihaqi dan Al-Hakim)

Ijma’
Umat Islam telah berkonsesus akan legitimasi syarikah secara global, walaupun perbedaan pendapat terdapat dalam beberapa elemen dari padanya.


Jenis-jenis Musyarikah
Secara garis besar Musyarikah dapat dibagi kepada syarikah Almak dan Syarikah Uqud.

Syarikah Almak
Yang berarti suatu perkongsian tidak perlu kepada suatu kontrak membentuknya tetapi terjadi dengan sendirinya. Bentuk syarikah Almak ini terbagi kepada dua, yaitu : 1. Almak Jabr. Terjadinya suatu perkongsian secara otomatis dan paksa. Otomatis berarti tidak memerlukan kontrak untuk membentuknya. Paksa tidak ada alternatif untuk menolaknya. Hal ini terjadi dalam proses waris mewaris, manakala dua saudara atau lebih menerima warisan dari orang tua mereka, 2. Almak Ikhtiar. Terjadi suatu perkongsian secara otomatis tetapi bebas. Otomatis seperti pengertian di atas. Bebas, adanya pilihan/ opsi untuk menolak. Cntoh dari perkongsian ini dapat dilihat apabila 2 orang atau lebih mendapatkan hadiah atau wasiat bersama dari pihak ketiga.
Kedua bentuk syarikah di atas mempunyai karakter yang agak berbeda dari syarikat-syarikat lainnya karena dalam kedua syarikat ini masing-masing anggota tidak mempunyai hak (hak untuk mewakilkan dan mewakili) terhadap partnernya.

Syarikah Uqud
Syarikah uqud yang berarti perkongsian yang terbentuk karena suatu kontrak, syarikah ini terdiri dari 5 jenis yaitu :
1. Inan,
atau limited company. Mempunyai karakter sebagai berikut : a. Besarnya penyertaan modal dari masing-masing anggota tidak harus identik, b. Masing-masing anggota mempunyai hak penuh untuk aktif langsung dalam mengelola usaha, tetapi ia juga bisa tidak aktif, c. Pembagian keuntungan dapat didasarkan atas prosentase modal masing-masing, tetapi dapat juga atas dasar negosiasi. Hal ini dimungkinkan bila ada tambahan modal kerja dari salah satu pihak atau penanggungan resiko dari salah satu pihak, d. Kerugian/ keuntungan bersama sesuai dengan besarnya penyertaan modal masing-masing.
Kedua item terakhir dalam penjelasn tertuang dalam suatu kaidah fiqih: “keuntungan dibagikan sesuai dengan kesepakatan bersama, sedangkan kerugian ditanggung sampai batas modal masing-masing”.

2. Mufawadhah
Berbeda dengan syarikah inan, sarikah Mufawadhah mengharuskan : a. Keidentikan penyertaan modal dari setiap anggota, b. Setiap anggota menjadi wakil dan kafil (guarantor)bagi partner lainnya. Untuk itu keaktifan semua anggota dalam pengelolaan usaha menjadi suatu keharusan, c. Pembagian keuntungan dan kerugian didasarkan atas besarnya modal masing-masing.

3. Wujuh
Syarikah wujuh dinamakan demikian karena dalam sayrikah ini para anggota hanya mengandalkan wujuh (wibawa dan nama baik) mereka dan unsur modal/ dana sama sekali absen dari padanya. Pembagian untung rugi dilakukan secara negosiasi di antara para anggota.

4. Abdan
Syarikah abdan atau syarikah a’mal yaitu syarikah sekerja dimana dua orang atau lebih yang sama atau berdekatan bentuk kerjanya menerima pesanan dari pihak ketiga dan membagi keuntungan melalui negosiasi bersama. Contoh : beberapa tukang jahit mengerjakan pesanan secara bersama-sama.

5. Mudharabah
Modharabah adalah suatu perkongsian antara dua pihak dimana pihak pertama (shahib al-mal) menyediakan dana, dan pihak kedua (modharib) bertanggungjawab atas pengelolaan usaha. Keuntungan dibagikan sesuai dengan ratio laba yang telah disepakati bersama secara advance, manakala rugi shahib a-mal akan kehilangan sebagian imbalan dari kerja keras dan ketrampilan manajerial selama proyek berlangsung.

Biaya yang Bukan Pengurang Penghasilan Kena Pajak

Semua biaya bisa sebagai biaya pengurang penghasilan kena pajak, kecuali Biaya-biaya yang berdasarkan UU PPh tidak diperkenankan sebagai biaya pengurang penghasilan kena pajak yaitu :

Pembagian Laba.
Pembagian laba dengan nama dan bentuk apapun tidak termasuk biaya pengurang penghasilan kena pajak. Contoh : 1. Dividen. Termasuk bagian dari laba sehingga tidak bisa sebagai biaya bagi perusahaan yang mengeluarkan dividen. 2. Pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) Koperasi. SHU juga merupakan nama lain dari laba, cuman SHU biasanya digunakan untuk menyebut laba perusahaan yang berbentuk koperasi. SHU juga termasuk objek PPh, sehingga tidak bisa dibebankan sebagai biaya bagi koperasi yang membagikan SHU. 3. Tantiem. Tantiem adalah bagian laba yang diberikan pemegang saham kepada direksi dan komisaris berdasarkan persentase tertentu dari laba setelah dikurangi pajak.

Biaya Pribadi Pemegang Saham
Biaya pribadi pemegang saham yang dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu atau anggota bukan merupakan biaya pengurang penghasilan kena pajak.


Pembentukan Dana Cadangan
Pembentukan dana cadangan untuk mengantisipasi kerugian yang bisa timbul dari operasional perusahaan bukan merupakan biaya pengurang penghasilan kena pajak. Contoh, cadangan kerugian piutang. Pembentukan cadangan kerugian piutang tak tertagih hanya diperkenankan untuk kegiatan usaha berikut ini : Perbankan, Sewa Guna Usaha dengan hak opsi, Asuransi, dan cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan

Penggantian dalam Bentuk Natura dan Kenikmatan
Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalan bentuk natura (sembako : beras, gula, minyak, dll) dan kenikmatan (biaya pengobatan, rekreasi, hiburan, dll) tidak bleh dikurangkan sebagai biaya pengurang penghasilan kena pajak. Kecuali untuk hal-hal berikut ini : 1. Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah terpencil, 2. Penyediaan makanan dan minuman di tempat kerja bagi seluruh karyawan secara bersama-sama, 3. Yang merupakan keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan sebagai keselamatan kerja atau karena pekerjaan tersebut mengharuskannya, seperti : pakaian dan peralatan keselamatan kerja, pakaian petugas keamanan (satpam), antar jemput karyawan, penginapan untuk awak kapal dan sejenisnya.

Jumlah Pembayaran yang Melebihi Kewajaran
Jumlah pembayaran yang melebihi kewajaran misalnya membayar sebuah produk dengan harga yang lebih mahal daripada harga pasaran yang berlaku untuk produk tersebut oleh karena ada hubungan perusahaan atau pemegang saham, atau karena ada hubungan istimewa. Pembayaran yang melebihi kewajaran tersebut, biayanya yang boleh dibiayakan sebagai pengurang penghasilan kena pajak adalah sebesar pembayaran yang wajar menurut harga pasar.

Pajak Penghasilan
Pajak penghasilan yang terhutang oleh Wajib Pajak bukan merupakan biaya pengurang pajak penghasilan, baik bersifat final maupun tidak final. Biaya atau pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang kena pph final bukan merupakan biaya pengurang penghasilan kena pajak.

Biaya Pribadi
Biaya untuk keperluan pribadi wajib pajak atau orang yang menjadi tanggungannya bukan merupakan pengurang penghasilan kena pajak.

Gaji yang Dibayarkan Kepada Anggota Persekutuan
Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham bukan merupakan biaya pengurang penghasilan kena pajak.

Sanksi Administrasi
Sanksi administrasi perpajakan berupa bunga, denda dan kenaikan, serta sanksi pidana, tidak diperkenankan sebagai biaya pengurang penghasilan kena pajak.

Harta yang dihibahkan kepada Pihak Tertentu
Harta yang dihibahkan, bantuan, atau sumbangan kepada pihak-pihak berikut ini tidak diperkenankan sebagai biaya pengurang penghasilan kena pajak, yaitu : diberikan kepada keluarga yang sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan dan koperasi yang bertujuan sosial, orang pribadi yang menjalankan usaha mikro atau kecil dengan ketentuan kekayaan tidak lebih dari 500 juta dan penghasilan setahun tidak lebih dari 2,5 miliar rupiah.

Premi Asuransi
Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna,asuransi beasiswa, yang dibayar oleh wajib pajak pribadi bukan merupakan biaya pengurang penghasilan kena pajak bagi perusahaan tempat wajib pajak tersebut bekerja, kecuali premi tersebut dibayar oleh perusahaan dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi wajib pajak yang bersangkutan.

Saturday, December 19, 2009

Penghasilan yang merupakan Objek Pajak

Penghasilan yang kena pajak penghasilan dapat dibedakan sebagai berikut :

Penghasilan dari kegiatan usaha
Penghasilan dari kegiatan usaha berupa laba usaha dan pendapatan lain-lain di luar usaha. Laba usaha adalah laba bersih perusahaan setelah dikurangi harga pokok Produk (HPP), biaya operasional, dan biaya-biaya lain yang diperkenankan sebagai biaya menurut pajak. Pendapatan lain-lain di luar usaha contohnya adalah hasil dari usaha sampingan atau pemanfaatan harta.

Penghasilan sebagai karyawan
Penghasilan sebagai karyawan merupakan objek pajak penghasilan PPh 21. Adapun penghasilan ini dapat berupa : (1) Gaji. Gaji setelah dikurangi biaya jabatan dan iuran-iuran yang dibayarkan karyawan ke perusahaan jika lebih besar dari Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dikenakan pajak PPh 21. Gaji yang diakui pemberi kerja sebagai biaya adalah sebesar nilai kotornya, atau nilai sebelum dikenakan PPh 21. (2) Upah. Upah adalah penghasilan pekerja yang diterima dalam bentuk uang atas pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan, yang sebelumnya ada perjanjian kerja, kesepakatan, atau menurut peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan dan pembayaran lainnya. (3) Tunjangan. Berbagai tunjangan yang diberikan kepada pegawai seperti tunjangan kesehatan, tunjangan jabatan, tunjangan perumahan, dan berbagai tunjangan lainnya yang dibayarkan perusahaan dapat berupa uang tunai maupun dalam bentuk natuna atau kenikmatan. (4) Honorarium. Honorarium biasanya diberikan kepada dewan komisaris/ pengawas, tenaga ahli, pegawai tidak tetap, tenaga lepas, pejabat negara, PNS, Anggota TNI/POLRI. (5) Hadiah. Sesuai pasal 4 UU PPh, hadiah adalah penghasilan yang termasuk objek pajak. Hadiah sesuai SE No. 02 tahun 1998 dapat dibedakan seperti berikut ini : hadiah undian, hadiah perlombaan, hadiah prestasi, hadiah pekerjaan, hadiah pembelian.


Penghasilan sebagai Pemberi Jasa
Jasa dapat diberikan oleh Wajib pajak perseorangan maupun oleh badan yang berbentuk perusahaan. Kegiatan pemberian jasa dapat merupakan pekerjaan utama Wajib Pajak, dapat juga merupakan pekerjaan sampingan.

Penghasilan dari Modal atas Harta yang Bergerak
Penghasilan yang masuk didalamnya yaitu : keuntungan karena selisih kurs pembayaran piutang atau hutang dagang, keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta (penjualan aktiva perusahaan yang bukan merupakan barang dagangan, pengalihan modal kepada pemegang saham), selisih lebih karena penilaian kembali aktiva, sewa harta bergerak (sewa tanah dan bangunan, sewa angkutan darat, sewa harta bergerak lainnya).

Penghasilan dari Modal berupa Harta Tak Bergerak
Penghasilan yang termasuk diantaranya yaitu : bunga yang belum dikenakan PPh final, dividen, royalti.

Penghasilan dari Pembebasan Hutang
Pembebasan hutang oleh pihak yang punya piutang dianggap sebagai penghasilan bagi pihak yang sebelumnya punya hutang, sedangkan bagi pihak punya piutang pembebasan hutang tersebut dapat dibebankan sebagai biaya.

Menghitung PPh Badan

Besarnya PPh Badan yang harus dibayar dihitung dari besarnya laba perusahaan. Untuk menghasilkan laba fiskal maka laba komersial harus dilakukan koreksi fiskal positif dan koreksi negatif. Secara singkatnya yaitu :
Penghasilan Kena Pajak (Laba fiskal) = Laba Komersial + Koreksi positif – koreksi negatif
Koreksi Positif
Beberapa transaksi yang dapat mengakibatkan adanya koreksi fiskal positif antara lain transaksi yang berkaitan dengan kegiatan berikut ini :
- Biaya yang tidak berkaitan langsung dengan kegiatan usaha perusahaan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara pendapatan.
- Biaya yang tidak diperkenankan sebagai pengurang pengahsilan kena pajak.
Contoh : biaya untuk kepentingan pemegang saham, pembentukan dana cadangan, imbalan dalam bentuk natuna (kecuali natuna yang telah diatur dengan peraturan boleh sebagai biaya), pembayaran yang melebihi kewajaran, sumbangan, sanksi perpajakan, gaji pada anggota persekutuan yang tidak terbagi atas saham.


- Biaya yang diakui lebih kecil.
Contoh : penyusutan menurut wajib pajak lebih tinggi, amortisasi menurut wajib pajak lebih tinggi, biaya yang ditangguhkan pengakuannya.
- Biaya yang di dapat dari penghasilan yang bukan merupakan objek pajak.
- Biaya yang didapat dari penghasilan yang sudah dikenakan PPh final.

Koreksi Negatif
Beberapa transaksi yang dapat mengakibatkan adanya koreksi fiskal negatif antara lain mengenai :
- Biaya yang diakui lebih besar.
Contoh : penyusutan menurut wajib pajak lebih rendah, selisih amortisasi, biaya yang ditangguhkan pengakuannya.
- Penghasilan yang didapat dari penghasilan yang bukan merupakan objek pajak.
- Penghasilan yang didapat dari penghasilan yang sudah dikenakan PPh final.

Setelah didapat laba fiskal atau biasa disebut Penghasilan Kena Pajak, maka dikalikan dengan tarif yang berlaku saat ini. Untuk tahun 2009, tarif pajak badan yang berlaku adalah sebesar 28%, untuk tahun 2010 dan seterusnya adalah 25%.

Menghitung PPh ps 21

PPh ps 21 adalah pajak penghasilan yang dikenakan untuk penghasilan perseorangan (pajak pribadi). Cara menghitungnya yaitu dengan mengalikan Penghasilan Kena Pajak (PhKP) dengan tarif pajak yang berlaku.
PhKP 1 tahun = Gaji 1 tahun+ tunjangan2 selama 1 th – biaya jabatan – iuran2 – PTKP
PhKP 1 bulan = PhKP 1 tahun : 12 bulan
- Tunjangan2 yaitu : tunjangan kesehatan, tunjangan kematian, tunjangan kecelakaan, dll yang diperbolehkan sebagai biaya oleh perusahaan.


- Biaya jabatan. biaya jabatan maksimal yang bisa sebagai pengurang Penghasilan Kena Pajak (PhKP) adalah Rp 6.000.000 setahun atau 500.000 sebulan
- Iuran2 yaitu : iuran pensiun, iuran jamsostek, dan iuran-iuran lain yang dibayar oleh karyawan.
- Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Untuk wajib pajak (WP) pribadi = 15.840.000
Jika punya istri = 1.320.000
Jika punya anak (max 3 anak) = @ 1.320.000

Tarif Pajak WP Pribadi
5% untuk penghasilan sampai dengan Rp 50 juta setahun
15 % untuk penghasilan di atas 50 juta s/d 250 juta
25% untuk penghasilan di atas 250 juta s/d 500 juta
35% untuk penghasilan di atas 500 juta

Contoh :
Misal penghasilan kena pajak (PhKP) seorang karyawan 70 juta setahun. Maka pajak yang harus dibayar karyawan tersebut adalah :
= (5% X 50 juta) + (15% X 20 juta) = Rp 5.500.000

Misal PhKP nya Rp 500 juta, maka pajaknya :
= (5% X 50 juta) + (15% x 50 juta) + (25% x 250 juta) + (35% x 150 juta)
= Rp 125.000.000

Thursday, December 10, 2009

Prinsip Al-Wadiah (Simpanan)

Al-wadiah dapat diartikan sebagai titipan murni dari nasabah, baik individu maupun badan hokum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja nasabah menghendakinya.

Dasar Hukum
Dasar hukum pengembangan transaksi berprinsip al-wadiah meliputi :

Al-Qur’an
Ayat-ayat Al-Qur’an yang dapat dijadikan rujukan dasar transaksi al-wadiah adalah :
”Sesungguhnya Allah menyuruh kamu untuk menyampaikan amanat (titipan) kepada yang berhak menerimanya”. (QS. An-Nisa : 58)
”Jika sebagaian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangya) dan hendaklah ia bertaqwa kepada Tuhannya”. (QS. Al-Baqarah :283)



Sunnah
Hadist-hadist Rasul yang dapat dijadikan rujukan dasar akad transaksi al-wadiah adalah :
”Berkata Rasulullah saw sampaikanlah (tunaikanlah) amanat kepada yang berhak menerimanya dan jangan membalas khianat kepada orang yang telah mengkhianatimu”. (HR. Abu Hakim dan Tirmidzi)
”Dari Ibnu Umar berkata, bahwasanya Rasulullah saw telah bersabda “Tiada kesempurnaan iman bagi orang yang tidak beramanah, tiada sholat bagi yang tak bersuci”. (HR. Thabrani)

Ijma’
Para tokoh ulama Islam sepanjang zaman telah berijma’ (konsesus) akan legitimasi Al-Wadiah karena kebutuhan manusia terhadapnya. Hal ini jelas terlihat seperti yang dikutip oleh Dr. Azzuhaily dalam Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu dari Mughni wa Syarh Kabir Li Ibni Qudamah dan Al-Mabsuth Li Imam Sarakhsy.

Jenis Simpanan
- Yad Al-Amanah (tangan amanah) adalah simpanan yang penerima simpanan (bank) tidak bertanggungjawab atas kehilangan atau kerusakan yang terjadi pada asset titipan, kecuali jika ada kelalaian atau kecerobohan dari penerima simpanan. Dasar hukumnya hadist Rasulullah yang berbunyi : ”Jaminan pertanggungjawaban tidak diminta dari peminjam yang tidak menyalahgunakan (pinjaman) dan penerima titipan yang tidak lalai (akan titipan)”.
- Yad Ad Dhamanah (tangan penanggung) adalah simpanan yang oleh penerima simpanan digunakan untuk aktivitas perekonomian tertentu, tentunya setelah mendapat ijin dari penyimpan. Untuk hal ini penerima simpanan harus menjamin mengembalikan asset penyimpan utuh jika penyimpan menghendakinya. Bagi perbankan syariah, konsep al-wadiah digunakan untuk produk Giro dan tabungan berjangka.

Konsekuensi dari Yad Ad-Dhamanah, semua keuntungan yang dihasilkan dari dana titipan adalah milik bank, begitu juga penanggungan kerugian. Sebagai imbalan si penyimpan mendapat jaminan akan hartanya, demikian juga fasilitas-fasililas giro lainnya. Tapi bank juga diperkenankan untuk memberikan insentif (bonus) kepada penyimpan yang besarnya berdasarkan kebijakan dari dewan direksi. Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah saw :
”Bahwa Rasulullah saw pernah meminta seseorang untuk meminjamkannya seekor unta, maka diberinya unta, qurban, setelah selang beberapa waktu, Rasulullah saw memerintahkan Abu Rafie untuk mengembalikan unta tersebut kepada si empunya, tetapi Abu Rafie kembali berbalik ke Rasulullah saw seraya berkata : ‘Ya Rasulullah unta yang sepadan tidak kami temukan, yang ada hanya unta yang lebih besar dan berumur empat tahun’. Rasulullah saw menimpali sambil berkata ‘berikanlah itu karena sesungguhnya sebaik-baik kamu adalah yang terbaik ketika membayar”. (HR. Muslim)

Insentif (bonus) yang diberikan bank syariah berbeda dengan bunga yang diberikan oleh bank. Kalau bunga biasanya sudah ditetapkan sebelumnya kalau nasabah akan mendapatkan bunga sebesar prosentasi tertentu, sedangkan insentif (bonus) yang diberikan oleh bank syariah tidak ditetapkan sebelumnya, dan nasabah tidak diberitahu kalau menyimpan assetnya akan mendapatkan insentif (bonus).
Untuk bank syariah modern saat ini, nasabah biasanya diberikan insentif (bonus) sebesar prosentase tertentu dari keuntungan bank, sedangkan untuk bank umum, bunga diberikan sebesar prosentase tertentu yang telah ditetapkan terlebih dahulu oleh bank.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Macys Printable Coupons