Tuesday, December 29, 2009

Perlakuan Transaksi Mata Uang Asing

Indonesia menganut sistem nilai tukar bebas dalam sistem moneternya. Sistem ini berdampak pada transaksi dalam mata uang asing karena kursnya berdasarkan pasar. Hal ini menimbulkan selisih kurs.
Akuntansi selisih kurs menurut PSAK hanya digunakan untuk transaksi pos-pos moneter dan transaksi lindung nilai (hedge). Sedangkan untuk transaksi nonmoneter tidak boleh digunakan dan harus dijabarkan dengan kurs historisnya. Pos moneter yaitu kas dan setara kas, aset, dan kewajiban yang akan diterima atau dibayar yang jumlahnya pasti.


Dalam kondisi normal pengakuan selisih kurs dibebankan saat tanggal neraca dan kurs yang berlaku pada saat itu, baik kurs yang berlaku bank yang bersangkutan maupun menggunakan kurs tengah Bank Indonesia. Selisih diakui sebagai kerugian atau laba pada tahun yang bersangkutan.

Dalam keadaan yang luar biasa, yaitu terjadi devaluasi atau depresi rupiah diperbolehkan menggunakan alternatif pelaporan yang tercantum dalam PSAK No. 10, yaitu :
”Selisih kurs dapat disebabkan karena suatu devaluasi atau depresi luar biasa suatu mata uang dalam keadaan tidak tersedia fasilitas lindung nilai dan menimbulkan kewajiban yang tak terselesaikan akibat perolehan aset yang baru saja dilakukan dan harus dilunasi dalam mata uang asing. Selisih kurs tersebut dapat dimasukkan sebagai nilai tercatat (carrying amount) aset tersebut sepanjang nilai tercatat aset yang telah disesuaikan tidak melebihi jumlah terendah antara biaya pengganti (replacement cost) dan jumlah yang dapat diperoleh kembali (amount recoverable) dari penjualan atau penggunaan aset tersebut”.
Dalam hal terjadi devaluasi atau depresi luar biasa kerugian selisih kurs tersebut dikapitalisasi sepanjang tidak melebhi jumlah terendah nilai ganti dan jumlah yang bida diperoleh kembali. Risiko pembiayaan dalam mata uang asing biasanya dilindungi nilai. Karenanya, jika terjadi devaluasi atau depresi luar biasa dan fasilitas lindung nilai masih ada dan penghitungan selisih hanya dapa lindung nilai.

Penjelasan di atas berdasarkan pada akuntansi konvensional sedangkan sesuai akuntansi pajak dengan mengacu apda Undang-undang pajak penghasilan menyatakan bahwa kerugian selisih kurs mata uang asing diperbolehkan sebagai pengurang penghasilan bruto. Apabila mengacu pada surat edaran No. SE. 24/199 mengatur bahwa sistem pembukuan yang diperkenankan digunakan Wajib pajak untuk mencatat selisih kurs yaitu : (1) Kurs Tetap, pembebanan selisih kurs dilakukan pada saat validasi. (2) Kurs tengah Bank Indonesia, kurs yang benar-benar berlaku pada akhir tahun menurut Bank Indonesia.

Mudharabah

Mudharabah pada intinya adalah kerjasama antara dua orang dimana yang satu sebagai penyandang modal dan satunya lagi sebagai pelaksana kegiatan usaha.

Dasar Hukum
Pada dasarnya mudharabah dikategorikan kedalam salah satu bentuk Musyarakah, namun para cendekiawan fikih islam meletakkan Mudharabah dalam posisi yang khusus dan memberikan landasan hukum yang tersendiri.

Al-Qur’an
Ayat-ayat Al-Qur’an yang dapat dijadikan rujukan dasar akad transaksi al-mudharabah adalah :
”Dan sebagian dari mereka orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah swt.” (QS. Al-Muzammil : 20)
Mudharib sebagai enterpreneur adalah sebagian dari orang-orang yang melakukan (dharb) perjalanan untuk mencari karunia Allah swt dari keuntungan investasinya. Di tempat lain dalam Al-Qur’an kita masih memiliki ayat-ayat yang senada misalnya :
”Apabila telah ditunaikan sembahyang maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah swt.” (QS. Al-Jum’ah : 10)
“Tidak ada dosa (halangan) bagi kamu untuk mencari karunia dari Tuhanmu” (QS. Al-Baqarah : 198)



Hadist
Hadist Rasulullah yang dapat dijadikan rujukan dasar akad transaksi al-mudharabah adalah :
”Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas bahwasanya Sayidina Abbas jikalau memberikan dana ke mitra usahanya secara mudharabah, ia mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya, atau membeli ternak yang berparu-paru basah, jika menyalahi peraturan maka yang bersangkutan bertanggungjawab atas dana tersebut. Disampaikannya syarat-syarat tersebut ke Rasulullah saw. Dan diapun memperkenalkannya (Hadist dikutip oleh imam Alfasi dalam Majma Azzawaid 4/161)
“Dari Suhaib r.a. bahwa Rasulullah saw bersabda : Tiga perkara di dalamnya terdapat keberkatan (1) menjual dengan pembayaran secara kredit (2) muqaradhah (nama lain dari mudharabah) (3) mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah dan bukan untuk dijual. (HR. Ibnu Majah)”


Ijma
Imam Zailai dalam kitabnya Nasbu ar-Rayah (4/13) telah menyatakan bahwa para sahabat telah berkonsensus akan legitimasi pengolahan harta anak yatim secara mudharabah. Kesepakatan para sahabat ini sejalan spirit hadist yang dikutip oleh Abu Ubaid dalam kitabnya Al-Amwal (454) :
”Rasulullah saw telah berkhotbah di depan kaumnya seraya berkata wahai para wali yatim, bergegaslah untuk menginvestasikan harta amanah yang ada di tanganmu janganlah didiamkan sehingga termakan oleh zakat”.
Indikasi dari hadist ini adalah apabila menginvestasikan harta anak yatim secara mudharabah sudah dianjurkan, apalagi mudharabah dalam harta sendiri. Adapun pengertian zakat di sini adalah seandainya harta tersebut diinvestasikan, maka zakatnya akan diambil dari keuntungan bukan dari modal. Dengan demikian harta amanat tersebut senantiasa berkembang, bukan berkurang.

Syarat-syarat Mudharabah
Modal
- Modal harus dinyatakan dengan jelas jumlahnya. Seandainya modal dalam bentuk barang maka harus ditaksir harga pasarnya
- Modal harus dalam bentuk tunai dan bukan piutang
- Modal harus diserahkan kepada mudharib, untuk memungkinkannya melakukan usaha

Keuntungan
- Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam prosentase dari keuntungan yang mungkin dihasilkan nanti
- Kesepakatan rasio prosentase harus dicapai melalui negosiasi dan dituangkan dalam kontrak
- Pembagian keuntungan baru dapat dilakukan setelah mudharib mengembalikan seluruh (atau sebagian) modal kepada Rab al-mal

Mengacu pada syarat terakhir dalam keuntungan, dana mudharab pada pelaksanaannya hampir menyerupai dana kredit dari pihak pemberi dana (financer).
Mudharib pada hakikatnya memegang empat jabatan fungsionaris yaitu : (1) mudharib. Yang melakukan dharb, perjalanan dan pengelolaan usaha, dan dharb ini merupakan saham penyertaan dari padanya. (2) Wakil. Manakala berusaha atas nama perkongsian yang dibiayai oleh shahib al-mal. Hal ini tampak jelas sekali terutama dalam mudharabah al-muqayyadah (mudharabah terbatas). (3)Syarik. Partner penyerta, karena dia berhak untuk menyertai shahib al-mal dalam keuntungan usaha. (4) Pemegang amanat. Yaitu dana mudharabah dari shahib al-mal, dimana ia dituntut untuk menjaganya dan mengusahakan dalam investasi sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah disepakati bersama, termasuk mengembalikan modal ketika usaha sudah selesai.

Sumber : operasional bank syariah, muhamad.

Wednesday, December 23, 2009

Prinsip Syarikah/ Musyarakah (Prinsip Bagi Hasil)

Pengertian
Musyarakah adalah suatu perkongsian antara dua pihak atau lebih dalam suatu proyek di mana masing-masing pihak berhak atas segala keuntungan dan bertanggungjawab akan segala kerugian yang terjadi sesuai dengan porsentase modalnya.

Dasar Hukum
Al-Qur’an
Ayat-ayat Al-Qur’an yang dapat dijadikan rujukan dasar akad transaksi syarikah adalah :
”Jikalau saudara-saudara itu lebih dari seorang, maka mereka berksekutu dalam sepertiga itu”. (QS. An-Nisa : 12)
”Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berkongsi itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian lain kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh”. (QS. Ash-Shad : 24)

Hadist
Hadist-hadist Rasul yang dapat dijadikan rujukan dasar akad transaksi syarikah adalah :
”Dari hadist Qudsi yang diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw telah bersabda, “Allah swt telah berkata kepada saya; menyertai dua pihak yang sedang berkongsi selama salah satu dari keduanya tidak mengkhianati yang lain, seandainya berkhianat maka saya keluar dari penyertaan tersebut”. (HR. Abu Daud)
”Rahmat Allah swt tercurahkan atas dua pihak yang sedang berkongsi selama mereka tidak melakukan pengkhianatan, manakala berkhianat maka bisnisnya akan tercela dan keberkatanpun akan sirna dari padanya”. (HR. Abu Daud, Baihaqi dan Al-Hakim)

Ijma’
Umat Islam telah berkonsesus akan legitimasi syarikah secara global, walaupun perbedaan pendapat terdapat dalam beberapa elemen dari padanya.


Jenis-jenis Musyarikah
Secara garis besar Musyarikah dapat dibagi kepada syarikah Almak dan Syarikah Uqud.

Syarikah Almak
Yang berarti suatu perkongsian tidak perlu kepada suatu kontrak membentuknya tetapi terjadi dengan sendirinya. Bentuk syarikah Almak ini terbagi kepada dua, yaitu : 1. Almak Jabr. Terjadinya suatu perkongsian secara otomatis dan paksa. Otomatis berarti tidak memerlukan kontrak untuk membentuknya. Paksa tidak ada alternatif untuk menolaknya. Hal ini terjadi dalam proses waris mewaris, manakala dua saudara atau lebih menerima warisan dari orang tua mereka, 2. Almak Ikhtiar. Terjadi suatu perkongsian secara otomatis tetapi bebas. Otomatis seperti pengertian di atas. Bebas, adanya pilihan/ opsi untuk menolak. Cntoh dari perkongsian ini dapat dilihat apabila 2 orang atau lebih mendapatkan hadiah atau wasiat bersama dari pihak ketiga.
Kedua bentuk syarikah di atas mempunyai karakter yang agak berbeda dari syarikat-syarikat lainnya karena dalam kedua syarikat ini masing-masing anggota tidak mempunyai hak (hak untuk mewakilkan dan mewakili) terhadap partnernya.

Syarikah Uqud
Syarikah uqud yang berarti perkongsian yang terbentuk karena suatu kontrak, syarikah ini terdiri dari 5 jenis yaitu :
1. Inan,
atau limited company. Mempunyai karakter sebagai berikut : a. Besarnya penyertaan modal dari masing-masing anggota tidak harus identik, b. Masing-masing anggota mempunyai hak penuh untuk aktif langsung dalam mengelola usaha, tetapi ia juga bisa tidak aktif, c. Pembagian keuntungan dapat didasarkan atas prosentase modal masing-masing, tetapi dapat juga atas dasar negosiasi. Hal ini dimungkinkan bila ada tambahan modal kerja dari salah satu pihak atau penanggungan resiko dari salah satu pihak, d. Kerugian/ keuntungan bersama sesuai dengan besarnya penyertaan modal masing-masing.
Kedua item terakhir dalam penjelasn tertuang dalam suatu kaidah fiqih: “keuntungan dibagikan sesuai dengan kesepakatan bersama, sedangkan kerugian ditanggung sampai batas modal masing-masing”.

2. Mufawadhah
Berbeda dengan syarikah inan, sarikah Mufawadhah mengharuskan : a. Keidentikan penyertaan modal dari setiap anggota, b. Setiap anggota menjadi wakil dan kafil (guarantor)bagi partner lainnya. Untuk itu keaktifan semua anggota dalam pengelolaan usaha menjadi suatu keharusan, c. Pembagian keuntungan dan kerugian didasarkan atas besarnya modal masing-masing.

3. Wujuh
Syarikah wujuh dinamakan demikian karena dalam sayrikah ini para anggota hanya mengandalkan wujuh (wibawa dan nama baik) mereka dan unsur modal/ dana sama sekali absen dari padanya. Pembagian untung rugi dilakukan secara negosiasi di antara para anggota.

4. Abdan
Syarikah abdan atau syarikah a’mal yaitu syarikah sekerja dimana dua orang atau lebih yang sama atau berdekatan bentuk kerjanya menerima pesanan dari pihak ketiga dan membagi keuntungan melalui negosiasi bersama. Contoh : beberapa tukang jahit mengerjakan pesanan secara bersama-sama.

5. Mudharabah
Modharabah adalah suatu perkongsian antara dua pihak dimana pihak pertama (shahib al-mal) menyediakan dana, dan pihak kedua (modharib) bertanggungjawab atas pengelolaan usaha. Keuntungan dibagikan sesuai dengan ratio laba yang telah disepakati bersama secara advance, manakala rugi shahib a-mal akan kehilangan sebagian imbalan dari kerja keras dan ketrampilan manajerial selama proyek berlangsung.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Macys Printable Coupons